Selasa, 27 Oktober 2009

Perjalanan Singkat Malam Ini

Hari ini saya pulang sedikit lebih larut dari biasanya. Padahal hari ini pekerjaan sedang tidak menumpuk, tapi saya sedikit malas untuk beranjak dari kursi panas ini (hmm.. tampak seperti mas Tantowi saja). Yah, ini karena tuntutan teman-teman untuk mengupload foto pernikahan sahabat semasa kuliah dulu, Leman.

Yah, dengan sedikit kesabaran dan emosi tingkat tinggi melihat foto-foto yang diupload tak kunjung berhasil semakin membuat saya malas beranjak. Huufff!!! Perbincangan dengan seorang teman yang 'ngotot' ngajakin saya nonton KCB2 makin bikin emosi(Ketika Cinta Bersambung, hehe sorry ndud) yang jelas-jelas KCB satu saja saya tak menyaksikannya. Gimana mau nonton yang dua?! Ada-ada saja..

Mata lelah dan akhirnya berhasil juga foto-foto ini saya upload. "Waktunya pulang!!" Beres-beres meja dan siap meluncur. Sayang hari ini saya tidak bercengkrama besama rekan sejawat saya di per75an.. Sena. Dia sudah pulang lebih dulu karena sedang mogok bicara! (sariawan plus sakit gigi, ada yang lebih parah?)

Jalanan dari Buncit ke Ragunan masih saja padat, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 7 lewat 15 menit. Biasanya jalan sudah sangat lengang, tapi kali ini padat merayap! Yak, lengkap sekali malam ini.. Macet ditambah gak ada temen untuk berceloteh riang.

Disaat saya sedang melamun, tiba-tiba ada tiga orang yang naik bis. Betapa kagetnya saya melihat orang-orang ini. Kalau diibaratkan film kartun, mungkin mata saya langsung berbinar-binar saat melihat mereka dengan hujan bunga sebagai backgroundnya (Yak, cukup lebay!). Mereka adalah para pengamen jalanan idola saya. Mungkin beberapa dari teman saya sudah pernah mendengar (banyak) cerita tentang pengamen jalanan ini. Betapa saya merindukan si pengamen jalanan ini, ia sudah membuat saya 'jatuh hati' sampai detik ini.

Jalanan sudah kembali 'normal', deru kendaraan diluar tak membuat saya hilang konsentrasi mendengarkan alunan merdu gesekan biolanya(duh, saya tak pandai mengungkapkannya). Seperti biasa dia membawakan lagu-lagu (hmm.. instrument lebih tepatnya) dari The Corrs. Dan cuma satu kata yang terlontar "KEREN!!!!" Tiba-tiba saja saya merindukan suasana MACET TOTAL di kawasan Pejaten, hanya demi mendengarkan permainannya lebih lama! Huh, ironis!

Kalau sering dengar kalimat "don't judge the book by its cover" mungkin inilah yang dimaksudkan. Penampilan yang tak jauh dari kata 'preman' ini memang membuat orang berpikir dua kali untuk mendekatiya. Sekujur tubuh yang penuh dengan hiasan dan tulisan alias tato, rambut panjang yang digimbal ini selalu diikatnya tak pernah rapi.

Tapi orang ini-yang saya sebut 'Bang G'-telah membuat saya jatuh hati dengan gesekan biolanya! Tak banyak bicara, namun setiap alunan merdu biolanya mengungkap berjuta makna (halah..lebay mode ON). Kalian yang pernah naik 75 dan bertemu dengannya pasti akan mengatakan hal yang serupa! (pemaksaan ya..) Dan lagi-lagi saya tak bisa mengadakan sebuah wawancara kecil perihal dia dan biolanya. Berhubung panggilan saya untuk segera mengakhiri perjalanan di metro ini. (Pals, u should pay 4 this!)

echa, 19 Oktober 2009 (metro 75 Blok M-Ps.Minggu)

Selasa, 20 Oktober 2009

Menikmati Bukan Hasil, Tapi Proses

Setiap akhir pekan tiba, ibuku selalu melontarkan pertanyaan yang serupa. "Dek, belajar masak!" Dan akhirnya hari ini akupun menceburkan diriku di dapur ini, tempat ibuku bermandikan peluh setiap pagi demi menyiapkan sarapanku.

Kumencoba bermain dengan wajan, sutil, centong, panci, dan perlatan dapur lainnya yang terkadang namanya belum juga khatam kuhapalkan. Tapi pagi ini kumencoba membuat sesuatu yang sedikit berbeda. Bukan masakan untuk makan siang tapi kubuat sebuah kue sederhana yang resepnya ku copy dari seorang teman.

Hmm..sebuah tantangan baru untukku pagi ini. Bermain dengan oven, mixer, tepung, telur dan lainnya. Deg..degan awalnya, karena biasanya kalau membuat kue selalu didampingi oleh ibu, tapi tidak kali ini. Semuanya diserahkan padaku. Pesan ibu cuman satu,"dikira-kira aja" Wew,bagaimana mungkin? Ini soal rasa yang menyangkut urursan perut, mana bisa dengan perasaan dan takaran berdasarkan 'kira-kira'.

Berapa lama ngocoknya? Yah, kira-kira ajah.. kalau udah ngembang ya masukin terigu.. Berapa lama di oven? Ya, kira-kira ajah.. Semuanya serba kira-kira. Ya memang wanita harus menjadi ratu dapur, meskipun memiliki kedudukan penting dimanapun saat kembali ke rumah bagiku wanita kembali pada kodratnya, menjadi menjadi seorang istri dan ibu bagi buah hati mereka.

Dan tentunya penguasa dapur tempat menghasilkan santapan lezat(ya setidaknya tidak keasinan buatku itu sudah enak). Selama membuat adonan, perasaanku campur aduk. Deg-degan takut kalau adonan tidak mengembang, takut kalau salah memasukkan baking powder yang seharusnya soda kue. Atau mungkin lebih parah, salah mengambil garam halus yang semestinya tepung gula (kalau ini salah sih kebangetan!)

Memarut keju, yang seharunya hasil serutannya cantik malah bergumpal karena saat memarut aku tak memberikan tekanan. Mengoleskan mentega dan menaburkan tepung pada loyang agar adonan tidak menempel saat dipanggang, maklum saja karena aku tidak menggunakan loyang antilengket.

Segala printilan-printilan yang butuh ketelatenan dan kesabaran tingkat tinggi. Padahal aku terbiasa dengan semua yang serba cepat dan mudah. Tapi semua kucoba jalani ya.. meskipun kadang mengeluh lelah karena harus menggunakan mixer jadul yang harus terus dipegang dan di putar dengan tangan.

Saat kue matang dan diangkat dari oven, senyum pun mengembang.. sama seprti kue yang kupanggang. Meski akhirnya beberapa menit kemudian senyumku berakhir tawa geli saat melihat kue yang awalnya mengembang sempurna tapi menjadi kempis dan rata. hihi.. Lucu memang!

Yah, mungkin belum saatnya 'karya' ku ini secantik dan seenak pastry chef yang ada di hotel berbintang sana, ataupun seperti pakar roti kenamaan yang sudah menelurkan banyak kue yang tak hanya enak tapi juga sayang untuk dimakan karena terlalu indah. Kue ku hanya bertabur keju parut yang bergumpal sana sini itupun harus tenggelam karena kutaburkan terlalu awal. Huufff..

Yah, setidaknya aku tak salah memasukkan garam ke dalam adonan. Jadi, kue ku ini masih layak makan lah.. Tidak meninggalkan jejak lemak di langit-langit mulut dan cukup pas rasanya(setidaknya untukku, meskipun di barengi kikik geli orang lain yang memakannya)

Hmm.. semua itu butuh waktu.. Aku jadi teringat perkataan temanku "yang penting bukan hasil, tapi proses mendapatkannya.. Itu yang penting!"

Yup, PROSES! Sebuah proses yang cukup panjang dan pasti akan kunikmati... Meskipun hasil dari proses belajar ku kemarin cukuplah sebagai teman minum teh sore ini..

echa, 19 okt 09